Pemanfaatan Karst Sebagai Sumber Air

Keberadaan kawasan karst di Indonesia memiliki nilai yang sangat strategis. Karst memiliki potensi yang bukan saja unik dan khas, tetapi juga sangat kaya dengan sumber daya alam baik itu hayati maupun non hayati. Sebagian orang menyebut kawasan karst dengan sebutan “Sungai Bawah Tanah”, karena kawasan karst terbentuk oleh proses pelarutan batuan yang mudah larut seperti batuan karbonat dan batuan garam. Proses pelarutan yang berlangsung menyebabkan kondisi ekstrim, yakni kering pada bagian permukaan dan kaya air di bagian  bawah  permukaan, yang pada umumnya dicirikan dengan adanya depresi tertutup (closed depression), drainase permukaan.  Hal  inilah  yang menyebabkan karst, khususnya di Indonesia lebih banyak dikenal  sebagai  kawasan  yang  sering  mengalami  kekeringan.

Lokasi tempat kami melakukan eksplorasi merupakan daerah yang termasuk kedalam kawasan karst. Oleh karena itu, permukaan tanah yang tidak potensial untuk tanaman buah mengakibatkan pola pertanian mereka cenderung mengarah pada tanaman kayu. Daerah ini juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumber air. Kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat menggantungkan kebutuhan airnya pada sungai Cileungsi yang mengaliri daerah tersebut. Sungai ini dapat dibilang terjaga kebersihannya. Karena sungai Cileungsi ini bersih, maka masyarakat sekitar memanfaatkan sungai Cileungsi sebagai sumber utama air bersih yang biasa mereka gunakan untuk kebutuhan mereka sehari-hari.

Namun, bagaimana jika sungai Cileungsi surut akibat musim kemarau yang berkepanjangan?

Dampak yang paling dirasakan saat musim kemarau adalah krisis air bersih. Kemarau ini menyebabkan kekeringan yang mengakibatkan debit air sungai Cileungsi menyusut. Perubahan iklim menjadi salah satu faktor penyebab utama terjadinya kemarau panjang tersebut. masyarakat sekitar sudah berusaha untuk mencari siasat dengan melakukan pengeboran sumur bawah tanah. namun, dengan kondisi daerah yang berada dalam kawasan karst membuat masyarakat kesulitan untuk menemukan sumber air di dalam tanah. Menurut penuturan masyarakat sekitar, minimal diperlukan kedalaman lebih dari 25m untuk dapat menemukan sumber air. Hal tersebut juga belumlah pasti, mengingat kemampuan masyarakat yang masih minim dalam menentukan titik lokasi pencarian sumber air dalam tanah.

Mengapa masyarakat tidak memanfaatkan air yang bersumber dari dalam Gua?

Tetesan air yang terdapat pada Stalaktit

Dari hasil pengamatan yang saya lakukan, Gua Cikenceng pada kondisi pasca hujan cukup banyak menampung air yang seandainya jika dimanfaatkan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar selama beberapa minggu. Namun perkiraan itu masih bersifat subyektif yang baiknya dilakukan pengukuran dan penelitian mengenai debit air yang terkandung.

Air di dalam Gua ini memiliki warna yang cukup keruh, karena kawasan karst yang didominasi oleh lorong-lorong pelarut menyebabkan  wilayah ini  memiliki  kerentanan  air tanah terhadap pencemaran yang tinggi. Kondisi demikian disebabkan karena udara yang  masuk  ke  dalam  akuifer (lapisan di dalam tanah yang dapat menampung dan meloloskan air)  masuk  melalui  lorong  pelarut (Conduit) yang tidak memungkinkan terjadinya penyaringan oleh tanah. Hal ini menyebabkan polutan akan menjadi mudah masuk dan mengotori air tanah. Selain medan yang sulit untuk dijangkau dan kurangnya pengetahuan masyarakat sekitar tentang pemanfaatan air yang berada di dalam Gua, mungkin ini yang menjadi salah satu faktor mengapa warga sekitar enggan untuk memanfaatkan air yang ada di dalam Gua.

Oleh  karena  itu, maka  perlindungan air tanah di kawasan karst sangat terkait dengan pola pemanfaatan dan perlindungan kawasan karst di bagian permukaan. Penelitian air bersih di dalam Gua sangat perlu dilakukan. Penelitian yang dilakukan yaitu dengan mengambil sampel air dan meneliti mengenai PH air, bau air, hingga zat yang terkandung di dalam air tersebut, apakah aman untuk digunakan atau tidak. Apabila sumber air yang berada di dalam Gua ini dapat dikelola, air ini dapat dimanfaatkan apabila terjadi musim kemarau. Dan tentunya dalam proses pengambilan air dari dalam Gua juga harus mengikuti prosedur yang ditetapkan tanpa merusak kawasan ekosistem sekitar Gua.

Apabila nantinya masyarakat sekitar akan memanfaatkan sumber air yang berasal dari dalam Gua, perlunya pengawasan dari lembaga atau aparat desa terkait. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya pengambilan air yang berlebih di dalam Gua Cikenceng, agar ekosistem yang ada di dalam Gua tetap terjaga kelestariannya.

Penulis: Nisrina Huwaida (Arimbi)

 

 

Referensi

http://possore.com/2014/02/17/dua-goa-karst-di-citeureup-terancam-punah/

https://luk.staff.ugm.ac.id/AhmadCahyadiGenanganGuaNgrenengSemanu.pdf

https://www.researchgate.net/publication/326123881_Keunikan_Hidrologi_Kawasan_Karst_Suatu_Tinjauan

Related Images: