Hujan adalah penyebab banjir di Kalimantan Selatan, Benarkah ?

Ilustrasi : Banjir Kalimantan Selatan/Andini Nadia

Awal tahun 2021 Indonesia dilanda musibah banjir besar diberbagai wilayah, salah satunya di Provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan pernyataan Presiden Jokowi, penyebab utama banjir di Kalimantan Selatan adalah karena anomali cuaca dan curah hujan dengan intensitas tinggi. Namun, apakah hujan adalah penyebab tunggal atau justru turunan dari masalah lain seperti rusaknya hutan ?

Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaporkan sebanyak 10 Kabupaten/Kota terdampak banjir di Provinsi Kalimantan Selatan. Data terakhir pada 17 Januari 2021 menyebutkan secara total ada sebanyak 24.379 rumah terendam banjir dan 39.549 warga mengungsi. Selain itu terdapat korban jiwa meninggal sebanyak 15 orang.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut curah hujan sejumlah 2,08 miliar meter kubik sepanjang pekan kedua Januari 2021 di Kalimantan Selatan. Volume air hujan tidak sebanding dengan kapasitas Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito yang dalam kondisi normal terukur sebesar 23 juta meter kubik sehingga banjir besar pun terjadi. DAS Barito di Kalimantan Selatan terdiri dari 39,3% kawasan hutan dan 60,7% areal penggunaan lain (APL). Kawasan hutan seluas 718.591 hektar, dengan rincian 43,3% areal berhutan, dan 56,7% tidak berhutan. DAS Barito telah kehilangan sekitar 62,8% luas tutupan hutan dalam kurun waktu 29 tahun.

Hutan Kalimantan Selatan kini telah beralih menjadi perkebunan monukultur dan pertambangan batubara. Padahal tambang batubara ini juga memiliki kapasitas menghancurkan keseimbangan dan keberlanjutan lingkungan, karena bahan bakar fosil seperti batubara menjadi penyumbang paling fundamental bagi pemanasan global dan perubahan iklim. Dampak dari perubahan iklim yang paling nyata adalah curah hujan yang tinggi dan cuaca ekstrim seperti yang terjadi di beberapa kabupaten Provinsi Kalimantan Selatan.

Selain itu pertambangan batubara juga berdampak pada deforestasi hutan dan degradasi lingkungan. Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia(WALHI) Kalimantan Selatan menyebutkan bahwa seluas 399 ribu hektar atau 41 persen dari 984.791 hektar kawasan hutan di Kalimantan Selatan telah dikuasai izin tambang. Bahkan data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menemukan sebanyak 814 lubang tambang yang sebagian berstatus aktif dan sebagiannya lagi ditinggalkan tanpa adanya reklamasi.

Regulasi pemerintah tentu sangat berpengaruh dalam mengatur sumber-sumber daya yang ada. Sayangnya, pemerintah yang seharusnya memiliki kontrol politik dan pembuat kebijakan seakan tak berdaya akibat kuasa modal korporasi yang menghegemoninya. Berdasarkan penelitian dari Tommy Apriando (2020) menyebutkan hal ini dapat dibuktikan dari banyak terbitnnya izin-izin tambang di atas ruang hidup masyarakat, izin yang diberikan pemerintah pusat dan daerah seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP), Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B). Seringkali operasi pertambangan berorientasi akumulasi kapital dijadikan sebuah alasan untuk mengorbankan kepentingan rakyat dan kelestarian alam.

Lemahnya komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian alam  juga terlihat dengan disahkannya Undang-undang Minerba dan Undang-undang Cipta Kerja dengan dalih memperlancar arus investasi. Melalui kedua UU ini korporasi ekstraktif justru diberi jaminan untuk mengeskplotasi sumber daya alam, sedangkan rakyat mendapatkan ancaman atas kedaulatan ruang hidupnya.

Undang- undang No 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (Minerba) dinilai lebih berpihak pada pengusaha batubara dan abai terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan.

Dalam Undang-undang Cipta Kerja juga terdapat pasal-pasal bermasalah yang abai terhadap lingkungan, UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan  Pasal 18 ayat 2 yang menyebutkan bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan  minimal 30 % dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Dalam UU Cipta Kerja dalil tersebut diganti bahwa Pemerintah Pusat mengatur luas kawasan yang harus dipertahankan sesuai dengan kondisi fisik dan geografis daerah aliran sungai dan/ atau pulau. Jika dianalisa maka pasal dalam UU Cipta Kerja ini berpotensi mempermudah korporasi untuk mengalih fungsikan kawasan hutan. Selain itu Partisipasi masyarakat dalam mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal dalam Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009 pasal 26 ayat 4 semakin dikesampingkan karena belum terdapat kejelasan hukum yang mengaturnya.

Pada konteks ini kapitalisme telah melampaui batas-batas keseimbangan alam. Walzer, Spheres of Justice dalam (Goldblatt 2015:94) mengatakan dampak lingkungan dari kapitalisme dan industrialisme terjadi karena adanya perlindungan Politiko-legal buat hak milik pribadi dan hak-hak terkait daripada memilikinya untuk mentransformasi tanah sesuka mereka atau yang bisa menguntungkan mereka secara ekonomi. Korporasi berpandangan bahwa setiap pelaku ekonomi haruslah menggunakan sumber dayanya demi keuntungan individu yang sebesarnya-besarnya.

Dampak dari kerusakan ekologis telah terlihat nyata. Ratusan ribu orang terdampak akibat bencana alam yang terjadi. Sudah seharusnya kita membangun kesadaran moral tentang etika lingkungan,  dengan mengubah cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Kita mestinya memakai perspektif etika ekosentrisme sebagai cara pandang dalam memperlakukan alam. Perspektif etika ekosentrisme berpandangan bahwa alam dan manusia hidup selaras berdampingan dan saling membutuhkan satu sama lainnya artinya ada pengakuan terhadap komponen lingkungan, semua aspek ekologis baik yang hidup maupun yang mati.

Pada hakikatnya bencana alam terjadi  karena perilaku eksploitatif manusia telah melebihi daya dukung lingkungan, ini merupakan sebuah teguran dan peringatan untuk kita semua. Hujan merupakan sebuah keberkahan dari Tuhan, jika menganggap hujan adalah faktor utama penyebab bencana banjir bukankah kita termasuk orang yang kufur nikmat. Allah SWT telah berfirman dalam Al Qu’an Surah Ar-Rum Ayat 41 :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Seharusnya pemerintah sebagai pemangku kebijakan bertindak tegas terhadap pelaku kejahatan lingkungan. Pemerintah juga harus segera melakukan evaluasi kebijakan lingkungan dengan melibatkan seluruh unsur terkait baik pemerhati lingkungan, akademisi, masyarakat yang terdampak, dan perusahaan.  Hal ini juga merupakan tanggung jawab besar bagi negara dan pemerintah setempat untuk mengolah alam demi mewujudkan kesejahteraan para rakyat bukan hanya segelintir pengusaha. Sebagaimana bunyi UUD 1945 pada Pasal 33 ayat (3) yang telah menegaskan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Sudah sewajarnya bencana alam yang terjadi penting untuk kita evaluasi dari segi tata kebijakan pemerintah. Dan menjadi tugas kita bersama untuk terus konsisten dan komitmen dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Daftar Pustaka

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-undang No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Apriando, T. (2020). Emas Hitam Dalam Cengkraman Para Haji. Bogor: Sajogyo Institute & Bersihkan Indonesia.

Goldblatt, D. (2015). Analisa Ekologi Kritis . Yogyakarta: Resist Book.

Antara. (2021, 1 20). banjir kalsel klhk hujan 208 miliar hanya tertampung 23 juta. Retrieved from Tekno.tempo: https://tekno.tempo.co/read/1425168/banjir-kalsel-klhk-hujan-208-miliar-hanya-tertampung-23-juta

Irawan, H. (2021, 1 20). Walhi Pernyataan Jokowi Banjir Kalsel Akibat Curah Hujan Tinggi Perlu Diuji. Retrieved from nasional.sindonews.com: https://nasional.sindonews.com/read/308190/15/walhi-pernyataan-jokowi-banjir-kalsel-akibat-curah-hujan-tinggi-perlu-diuji-1611144082

Santoso, K. A. (2021, 1 25). Fenomena Banjir dan Krisis Etika Lingkungan. Retrieved from Mongabay.co.id: https://www.mongabay.co.id/2021/01/25/fenomena-banjir-dan-krisis-etika-lingkungan/

Syahni, D. (2020, 5 13). UU Minerba Ketok Palu Jaminan Korporasi Ancaman Bagi Rakyat dan Lingkungan. Retrieved from Mongabay.co.id: https://www.mongabay.co.id/2020/05/13/uu-minerba-ketok-palu-jaminan-korporasi-ancaman-bagi-rakyat-dan-lingkungan/

 

Oktavian Ardiansyah (STC.18349.RS)

Editor : Marufah Umi

Related Images: