“Refleksi Hari Lingkungan Hidup Sedunia Terhadap Masa Depan Generasi”

Sumber: peasant studies

Tanggal 5 Juni diperingati sebagai hari lingkungan hidup sedunia, sejak ditetapkan oleh majelis umum PBB pada tahun 1974. Ketetapan tersebut merupakan hasil dari resolusi konferensi stockholm 5-16 Juni 1972 di Swedia yang membahas isu-isu lingkungan hidup, pertemuan tersebut diusulkan oleh negara Jepang yang mengalami wabah minamata yaitu kelainan fungsi saraf yang disebabkan oleh keracunan limbah merkuri yang terjadi di pesisir Laut Shiranui disebabkan oleh industri pabrik kimia.Selain itu di wilayah Eropa pada tahun 1960 an terjadi kabut asap akibat kebakaran hutan yang disebabkan program pembangunan yang masif, hal ini tentunya berdampak pada kesehatan masyarakat.

Konferensi stockholm memantik perhatian dan diskursus utama bagi negara-negara di seluruh dunia untuk fokus serta memikirkan masa depan lingkungan hidup dan menegaskan kembali kepedulian mereka terhadap pelestarian lingkungan hidup dengan maksud meningkatkan kesadaran lingkungan. Pertemuan ini kemudian dilanjutkan dengan konferensi bumi di Rio De Janeiro, Brazil pada tahun 1992. Hingga tahun 1994 pelaporan khusus PBB mengeluarkan analisis mengenai hubungan antara hak asasi manusia dengan lingkungan hidup yang menyimpulkan bahwa kerusakan lingkungan telah berdampak terhadap pemenuhan kualitas hak asasi manusia.

Hampir setengah abad pasca ditetapkanya hari lingkungan hidup sedunia, kondisi lingkungan hidup di Indonesia terus mengalami kerusakan yang berlangsung secara cepat dan masif, disebabkan oleh alih fungsi serta penggunaan lahan skala besar yang berdampak pada hilangnya keanekaragaman hayati serta sumber penghidupan masyarakat. Salah satu persoalannya ialah meningkatnya kebutuhan energi dan permintaan pasar menyebabkan ekstraksi sumber daya alam yang melampaui batas tidak sesuai dengan prinsip kebutuhan. Negara berkembang (global south) seperti Indonesia disasar karena cadangan lahannya yang luas untuk menjadi zona investasi (Borras Jr & Franco 2002). Kenyataan pahit tersebut merupakan akibat dari kerangka kebijakan yang berorientasi pada mekanisme pasar dan pertumbuhan ekonomi yang kapitalistik. .

Perubahan lingkungan hidup telah berdampak terhadap sosio-ekologis masyarakat, proses komodifikasi tanah melalui industri ekstraktif telah merambah luas hingga ke wilayah pedalam di Indonesia yang menyebabkan transformasi tatanan sosial masyarakat yang semula agraris kini menjadi sangat terurbanisasi akibat penetrasi kapital. Pencaplokan tanah telah mengubah wilayah sekitarnya dan menyingkirkan masyarakat dari lahan-lahan pertanian produktif. Pencaplokan lahan juga selalu dibarengi dengan watak menggusur atau disebut eksklusi (Li et al. 2011), dalam konteks ini dampak lingkungan akibat industrialisasi ekstraktif terjadi karena adanya regulasi politik perlindungan hak-hak terkait pemiliknya untuk mentransformasikan tanah sesuka mereka atau yang bisa menguntungkan mereka secara ekonomi (Goldblatt 2015). Tindakan pencaplokan atau penghilangan hak atas lingkungan hidup dan sumber-sumber penghidupan masyarakat dapat dikategorikan sebagai kejahatan lingkungan hidup atau ecocide, hal tersebut dapat dilakukan secara langsung melalui pengaruh kekuatan modal, kekuatan politik dan kekuasaan.

Potret pengelolaan, pemanfaatan sumber daya alam dan pembangunan yang tidak memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup tentunya akan berdampak terhadap masa depan generasi. Kenyataannya komitmen terhadap perlindungan dan pelestarian lingkungan masih terganjal oleh kemauan politik pembuat regulasi kebijakan. Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi masih saja lebih diutamakan ketimbang memperbaiki tata kelola lingkungan (Koh & Karim 2015). Terkait hal ini diharapkan para pemangku kebijakan serta seluruh pihak untuk berkomitmen melakukan upaya perlindungan lingkungan hidup dan penegakkan hukum bagi pelaku kejahatan lingkungan guna memperlambat serta mencegah kepunahan keanekaragaman hayati dan mendorong perubahan arah kebijakan yang lebih memperhatikan lingkungan hidup yang berprinsip keadilan ekologis.

Oleh: Oktavian Ardiansyah

Referensi:

Buku Pengiring Critical Agrarian Studies of Indonesia. Bandung: ARC.

Goldblatt, D. (2015). Analisa Ekologi Kritis. Yogyakarta: Resist Book.

Khalisa Khalid, H. (2020). Lingkungan Hidup dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: WALHI.

Mario Ivan Lopez, J. S. (2021). Pancaroba Tropica Perubahan Lingkungan Hidup di Asia Tenggara. Yogyakarta: InsistPress.

Related Images: