Masyarakat Adat Aktor Utama Penjaga Kelestarian Lingkungan Hidup

 

“Menjaga hutan memang sulit. Orang pemerintah saja tidak bisa, apalagi saya yang baru bisa baca, tulis, dan hitung.” Kalimat ini dilontarkan Peniti Benang salah satu murid Sokola Rimba (Manurung, 2013 : 313).

Menjaga kelestarian lingkungan hidup untuk generasi mendatang adalah sebuah kewajiban. Kita dituntut untuk selalu berupaya menjaga dan mengadvokasi, demi terjaminnya kualitas lingkungan hidup yang baik. Salah satu bentuk pendekatan advokasi lingkungan yaitu berdasarkan hak-hak masyarakat asli, pendekatan ini dinilai sangat efektif untuk melindungi lingkungan hidup dari ancaman kerusakan ekologis akibat pola ekonomi ekstraktif yang lebih cenderung mengeksploitasi sumber daya alam secara masif demi mendapatkan keuntungan tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan hidup yang berkelanjutan .

Peran Masyarakat adat dalam mengelola lingkungan hidup khususnya hutan sangtalah penting. Masyarakat adat adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan yang sama dalam kelompok, tinggal di satu tempat karena genealogi atau faktor geologi. Mereka memiliki hukum adat mereka sendiri yang mengatur tentang hak dan kewajiban pada barang-barang material dan immateri. Masyarakat adat yang telah lama tinggal di daerah sekitar kawasan hutan selalu berusaha menjaga kelestarian hutan dengan prinsip kearifan lokal. Menurut UU No. 32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.

Menurut AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) mengakatan bahwa masyarakat adat hampir tidak ada yang terlibat dalam kasus illegal logging sebab masyarakat adat selalu berusaha menanamkan nilai-nilai filosofis, bagi komunitas adat hutan sangatlah penting, fungsi lain hutan bagi komunitas adat sama seperti fungsi kulkas bagi masyarakat kota yaitu sama- sama digunakan untuk menyimpan makanan.

Dilain sisi masyarakat adat juga rentan terhadap proses-proses hegemoni yang kerap mengisi dan menguasai kehidupan mereka. Misalnya pemberian stigma bahwa cara hidup tradisional mereka salah dan tidak mencirikan kemajuan. Hal ini membuat masyarakat adat rentan terhadap penguasaan wilayah yang dilakukan oleh orang asing. Contoh nyata yang terjadi adalah program program resettlement mengatasnamakan perbaikan peradaban atau cara hidup justru menjadi strategi mengubah hutan-hutan adat menjadi tanah-tanah perkebunan (Apristawijaya, 2019 : 31).

Namun berdasarkan keputusan MK 35/PPUU-X/2012 bisa dikatakan menjadi pijakan baru dalam advokasi. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menegaskan kembali bahwa hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat adat, dan bukan lagi sebagai hutan negara. (STC.18349.RS)

 

 

Related Images: